About Me
Pages
Siapa mahu Follow...
Friday, November 19, 2010
Hari raya Qurban - Sekadar perkongsian
PENDAPAT GURU ; Belajar dari Kurban Qabil dan Habil
19/11/2010 07:54:33 SETIAP kejadian besar selalu mengandung pelajaran. Dari situlah terdapat setumpuk kitab-kitab sirah atau buku sejarah. Tak terkecuali dalam sejarah kurban orang-orang terdahulu juga memiliki pelajaran yang cukup berarti untuk kehidupan masa kini. Dalam Islam, sejarah kurban itu dibagi menjadi tiga, yaitu zaman Nabi Adam As, zaman Nabi Ibrahim As, dan zaman Nabi Muhammad SAW. Pada saat zaman Nabi Adam As. Kurban dilaksanakan oleh putra-putranya bernama Qabil dan Habil. Qabil mengurbankan kekayaannya yang berupa hasil pertanian. Sementara Habil berkurban dengan hasil ternaknya. Perbedaan ini bukan semata karena ketidakadilan Allah dalam memerintahkan berkurban hambanya. Terlebih dari itu perbedaan jenis benda yang dikurbankan adalah sesuai dengan kemampuan masing-masing pribadi hambanya. Perintah yang ada adalah siapa yang memiliki harta banyak, maka sebagiannya adalah untuk berkurban. Dalam pelaksanaannya, sebagai petani, Qabil mengeluarkan kurbannya dari hasil pertaniannya. Dirinya sangat terpaksa dalam mengerjakan kurbannya. Baginya harta yang dimiliki adalah hasil jerih payahnya dan meski dimiliki sendiri, tidak untuk berkurban. Dari sinilah dirinya dalam berkurban tidak secara ikhlas. Hasil pertanian untuk kurban dipilih yang jelek-jelek dan sudah afkiran. Dari sikap Qabil inilah menjadikan kurbannya tidak diterima oleh Allah SWT. Berbeda dengan saudaranya yang berprofesi sebagai peternak. Dirinya mengeluarkan hewan-hewan peliharaannya untuk kurban dengan penuh tulus dan ikhlas. Dirinya memilih hewan yang gemuk dan sehat, serta taat terhadap petunjuk ayahnya Nabi Adam. Dengan niatan ikhlas dan sesuai dengan petunjuk inilah kurban Habil akhirnya diterima oleh Allah SWT. Kisah singkat syariat pelaksanaan kurban pertama kali di dunia ini memiliki nilai pendidikan yang cukup mendalam. Bagaimanapun, dalam hidup di dunia ini, rasa persaudaraan dan kebersamaan haruslah selalu dipupuk. Tolong menolong dan saling memberi adalah kunci dari keberhasilan menuai kebahagiaan. Di sini diajarkan agar yang kaya memberikan uluran tangan kepada yang miskin dengan penuh rasa keikhlasan. Dalam memberi pun harus dibarengi rasa shalih terhadap Allah sebagai Tuhannya juga shalih kepada sesama adalah menduduki peran penting dalam berinteraksi. Shalih kepada sesama bisa diwujudkan dengan pemberian harta yang masih layak digunakan. Jangan sampai memberikan sesuatu karena dirinya telah merasa bosan dan tidak pantas untuk dikonsumsi. Begitu juga rasa shalih kepada Allah dapat diwujudkan dengan keikhlasan, tidak menyombongkan kepada orang lain, mematuhi aturan-aturan yang ada. Jika sudah demikian, dipastikan dalam berkurban, bersedekah, meluasnya tolong menolong dalam menjalankan hidup di dunia ini akan penuh kebahagiaan lengkap dengan teduh-Nya. Siapakah yang tidak menginginkan? Wallahu a’lam.q-m (Penulis, Staf Pengajar Pondok Pesantren Nurul Ummah Yogyakarta)
Sekian,
Wassalam...
Mahu jadi ejen Takaful? Call 0193026403
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment